Manfaat ”Video Game” bagi Anak

"Video game” merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseharian masyarakat modern. ”Video game” tersedia di ruang tamu dalam bentuk mesin konsol sampai di saku celana dalam bentuk aplikasi untuk telepon seluler. Mulai dari sarana rekreasi hingga pengisi waktu, ”video game” atau permainan elektronik memiliki multifungsi.

Sebagai media hiburan, industri permainan elektronik bukanlah sesuatu yang harus dipandang sebelah mata, karena memiliki nilai ekonomi yang cukup signifikan.
Salah satu contohnya adalah permainan berjudul ”Grand Theft Auto V” berhasil memecahkan enam rekor dunia sekaligus sebagai produk hiburan yang menghasilkan pemasukan kotor melampaui 1 miliar dollar AS hanya dalam waktu 24 jam setelah diluncurkan!
Begitu pula permainan berjudul ”Destiny” yang sudah dipesan secara inden dengan nilai pemesanan mencapai 500 juta dollar AS sejak hari pertama ditawarkan.
Sebagai bagian dari budaya pop, permainan elektronik hadir mengikuti perkembangan teknologi dan gaya hidup manusia. Itulah sebabnya gawai yang ada di tangan juga tidak lepas darinya.
Namun, sayangnya, medium ini kerap dipandang dengan posisi bermusuhan. Berbagai tudingan diarahkan kepada permainan elektronik, seperti mengajarkan kekerasan dan perilaku agresif sekaligus anti sosial karena mereka yang bermain seolah tenggelam di dunianya sendiri.
Kekerasan memang menjadi menu yang paling banyak ditemui pada judul-judul permainan elektronik saat ini. Dengan grafik yang kian mendekati kenyataan, begitu pula penggambaran atas perilaku kekerasan yang dipertunjukkan tokoh fiktif di dalam permainan.
Konteks itu pula yang ditemui pada permainan Grand Theft Auto V. Permainan itu mengisahkan tiga tokoh protagonis, yakni Trevor, Michael, dan Franklin, yang hidup di dunia kejahatan.
Para pemain yang menjalankan tiga tokoh tersebut harus terlibat dalam baku tembak dan berbagai dialog penuh umpatan.
Namun, permainan itulah yang justru disebutkan paling banyak sebagai judul permainan favorit pelajar sekolah dari beberapa kelas yang didatangi Amanggi Soemardjan, pendiri Clevio Coder Camp.
Saat itu, dia tengah mengajak murid untuk belajar bahasa pemrograman, dan membuat sendiri permainan elektronik adalah cara yang dipakai agar para murid tertarik.

”Selain ’Grand Theft Auto’, judul permainan favorit lainnya adalah ’Counter Strike’ yang dipenuhi baku tembak,” ujar Amanggi.
Konten kekerasan
Amanggi khawatir, konten kekerasan dalam permainan tersebut bisa menjadi panutan dan akhirnya ditiru oleh pemain yang kebanyakan masih anak-anak. Namun, kekhawatiran yang disampaikan dalam acara diskusi di Jakarta, Rabu (19/11/2014), langsung ditepis oleh Scot Osterweil, creative director dari MIT Education Arcade.
”Hingga kini, dampak buruk dari permainan elektronik hanya diperlihatkan oleh mereka yang bermain terlampau banyak. Untuk yang bermain secukupnya justru menunjukkan perkembangan positif dalam sosialisasi serta kreativitas,” ujarnya.
Osterweil adalah seorang pengajar sekaligus desainer permainan yang memiliki tujuan pendidikan di samping hiburan semata. Beberapa proyeknya menghasilkan permainan elektronik yang justru mengajak penggunanya untuk belajar seperti Zoombinis yang mengajak pemainnya menyelesaikan teka teki sambil mengasah logika.
Barangkali nama Foldit tidak disorot sebanyak nama permainan elektronik yang selama ini ada di pasaran. Tujuannya sederhana, yakni pemain hanya perlu membuat protein dengan mengutak-atik molekul digital di layar monitor mereka.
Kompetisi permainan yang diikuti ribuan pemain ternyata berjasa dalam mendapatkan petunjuk dalam riset pengobatan untuk AIDS yang sebelumnya gagal dilakukan oleh komputer.
Menurut Osterweil, tidak serta-merta permainan yang mengandung unsur kekerasan akan langsung ditiru oleh para pemainnya. Meski demikian, dia juga menekankan perlunya mengemas permainan sebagai sarana untuk memberikan pendidikan kepada anak.
Eko Nugroho, desainer game dari Kummara, menyebutkan pentingnya konten pendidikan dikemas secara apik dalam bentuk permainan. Pengguna perlu diberi tujuan bermain sekaligus tantangan yang bisa dilalui dengan kerja keras.
”Yang harus didorong adalah permainan yang mampu mengeluarkan potensi mereka,” ujar Eko.
Osterweil mengungkapkan pentingnya peran orangtua dalam mendampingi anak mereka dalam bermain, baik konvensional maupun elektronik. Para orangtua harus bertindak sebagai fasilitator yang menghadirkan lingkungan yang kaya pengalaman bagi anak mereka.

http://tekno.kompas.com/read/2014/11/30/11110087/Manfaat.Video.Game.bagi.Anak

Komentar